PPKn

Pertanyaan

Pengertian dan penjelasa proses bedah bumi.....

1 Jawaban

  • Kehidupan di alam fana dimulai sejak kelahiran, dan diakhiri dengan kematian. Dalam tradisi Jawa, kematian merupakan awal dari suatu kehidupan baru, yaitu kehidupan di alam baka. Kematian merupakan suatu kejadian yang wajar dan tidak perlu dikuatirkan. “Wong wani urip kudu wani mati” , atau orang (yang) berani hidup, (juga) harus berani mati.
    Orang yang sudah meninggal, tetap ‘hidup’ dalam fikiran orang Jawa, khususnya dalam fikiran anak cucu, dan kerabatnya. Ada acara nyadran, atau tilik kubur , yang dilakukan sebelum bulan puasa, dengan mengunjungi makam dan berdoa di sana. Dari dua kamus, ada kata sadran yang berarti bulan sya'ban (Kalender Hijriyah, sebelum Ramadhan/ puasa). Nyadran memang dilakukan sebelum puasa, yaitu pada bulan Ruwah . Kata ruwah seakar kata dengan arwah . Selain itu, dulu, di Jawa, umat Hindu melakukan upacara sraddha untuk mengenang arwah leluhur. Ini berarti mungkin ada pengembangan makna, dari kata sraddha dan sadran .
    Ada juga acara haul (ada yang melafalkan dengan khol atau kol ), yaitu mengunjungi makam setiap tahun wafatnya, sambil mengirim doa. Beberapa orang, bahkan, memohon berkah pada orang yang sudah wafat. Menurut saya, ini tidak benar, karena orang yang sudah wafat sudah putus amalnya, tidak dapat berbuat apa-apa lagi. Justru yang masih hidup harus mendoakan agar dosa almarhum/ almarhumah diampuni, dan agar dapat diterima di sisi Tuhan.
    Dalam Tradisi Jawa, ada beberapa upacara sejak kematian sampai 1000 hari setelah kematian, semuanya bermaksud mengembalikan Si Mati pada Kang Murbeng Dumadi (Sang Maha Pencipta). Tradisi Jawa juga menerima tradisi agama dalam upacara kematian.

    1. Disirami
    Jenazah disirami atau dimandikan dengan air yang diberi kembang telon . Selain membersihkan seluruh tubuh, rambut juga dibersihkan (keramas). Jika yang wafat laki-laki, yang memandikan juga laki-laki, sebaliknya jika yang meninggal wanita, yang memandikan juga wanita. Memandikan jenazah harus khidmad, tidak bersenda gurau.

    2. Pemakaian penutup tubuh
    Setelah disirami, diberi penutup tubuh atau pakaian. Orang Islam dikafani, sedang Katolik atau Kristen dengan pakaian biasa (bisa pakaian adat Jawa, pakaian barat, dan sebagainya).

    3. Doa
    Setelah diberi penutup tubuh, jika yang wafat beragama Islam, di-shalati (shalat jenazah); yang beragama Katolik atau Kristen dilakukan misa jenazah dan pemberkatan minyak suci. Setelah itu, dimasukkan peti jenazah. Dulu, jenazah tidak dimasukkan ke dalam peti, tetapi dimasukkan ke dalam bandosa (tandu untuk jenazah).

    4. Brobosan
    Dalam upacara brobosan , peti jenazah atau bandosa , dipikul, lalu isteri atau suami, anak, menantu, cucu, dan sebagainya melewati bagian bawahnya. Dilihat dari atas, mbrobos searah dengan jarum jam, dilakukan tiga kali. Maksud acara ini adalah untuk memberi penghormatan terakhir.

    5. Bedah bumi
    Bedah bumi adalah saat dimulainya penggalian makam. Sebelum menggali makam salah seorang anggota keluarga memimpin doa, agar selama penggalian makam tidak ada halangan. Dulu, disiapkan nasi tumpeng untuk penggali makam.

    6. Sur bumi
    Sur bumi adalah saat jenazah sudah selesai dimakamkan dan ditimbun tanah. Sur berarti 1) memasukkan ke dalam api, 2) merebut tempat. Juga, dulu, disiapkan nasi tumpeng untuk penggali makam. Sekarang, jarang yang menyiapkan nasi tumpeng, melainkan di-tebas mentah .

    7. Pecah gendeng
    Pecah gendeng atau memecah genting, dilakukan jika wafat terjadi pada hari Sabtu. Konon, agar yang wafat tidak ‘nggeret ’ atau menarik orang lain ikut wafat. Genting dipecah di depan peti atau bandosa , sebelum berangkat menuju makam.

    8. Melepas ayam
    Jika yang wafat masih punya anak kecil (jadi, meninggalkan suami atau isteri menjadi duda atau janda), seekor ayam dilepaskan.

Pertanyaan Lainnya